Rabu, 09 April 2008

tata cara shalat wajib dan kifayah

Shalat-shalat Wajib

Shalat wajib yang harus didirikan oleh umat Islam dibagi 2 (dua) , Yaitu :

A. Fardu 'Ain, Yaitu shalat wajib yang harus dilakukan oleh setiap umat islam.

1. Shalat Shubuh

2. Shalat Dzuhur

3. Shalat 'Ashar

4. Shalat Maghrib

5. Shalat Isya' dan

6. Shalat Jum'at (hanya diwajibkan untuk kaum laki-laki)

B. Fardu Kifayah, yaitu shalat wajib yang apabila sudah dikerjakan oleh sebagian umat Islam, maka umat islam yang lainnya terbebas dari kewajiban tersebut.

1. Shalat Jenazah

2. Shalat Ghaib

Berikut ini niat, Jumlah rakaat dan waktu pelaksanaan kedelapan shalat wajib 'Ain dan Kifayah tersebut.

1. Shalat Shubuh.

2 Rakaat, waktunya antara menjelang terbit fajar sebelum terbit matahari. Niatnya sebagai berikut :

"Ushalli Fardladh shub-hi rak'ataini mustaqbilal qiblati adaa-an (makmuman/imamam) lillahi ta'ala." lalu takbiratur ihram : Allahu Akbar.

Artinya : "Aku sengaja shalat fardu subuh dua rakaat menghadap kiblat (makmum/imam) karena Allah"

2. Shalat Dzuhur.

4 rakaat, waktunya antara mulai matahari tergelincir dengan posisi tepat diatas kepala sampai dua jam sesudahnya. Niatnya :

"Ushalli Fardlal dzuhri arba'a rak'ataini mustaqbilal qiblati adaa-an (makmuman/imamam) lillahi ta'ala." lalu takbiratur ihram : Allahu Akbar.

Artinya : "Aku sengaja shalat fardu Dzuhur empat rakaat menghadap kiblat (makmum/imam) karena Allah"

3. Shalat Ashar .

4 rakaat, waktunya satu jam sejak berakhirnya waktu shalat dzuhur sampai menjelang matahari terbenam. Niatnya :

"Ushalli Fardlal 'ashri arba'a rak'ataini mustaqbilal qiblati adaa-an (makmuman/imamam) lillahi ta'ala." lalu takbiratur ihram : Allahu Akbar.

Artinya : "Aku sengaja shalat fardu Ashar empat rakaat menghadap kiblat (makmum/imam) karena Allah"

4. Shalat Maghrib.

3 rakaat, waktunya saat terbenamnya matahari sampai hilangnya tanda senja, yakni merah langit disebelah barat. Niatnya :

"Ushalli Fardlal Maghribi tsalatsa rak'ataini mustaqbilal qiblati adaa-an (makmuman/imamam) lillahi ta'ala." lalu takbiratur ihram : Allahu Akbar.

Artinya : "Aku sengaja shalat fardu Maghrib tiga rakaat menghadap kiblat (makmum/imam) karena Allah"

5. Shalat Isya'

4 rakaat, waktunya antara satu jam habis waktu maghrib sampai satu jam menjelang waktu subuh. Niatnya :

"Ushalli Fardlal Isyaa-i arba'a rak'ataini mustaqbilal qiblati adaa-an (makmuman/imamam) lillahi ta'ala." lalu takbiratur ihram : Allahu Akbar.

Artinya : "Aku sengaja shalat fardu Isya' empat rakaat menghadap kiblat (makmum/imam) karena Allah"

6. Shalat Jum'at.

2 rakaat, dilaksanakan setiap hari Jum'at waktunya sama dengan waktu Dzuhur. Niatnya :

"Ushalli Fardlal jum'ati rak'ataini mustaqbilal qiblati adaa-an (makmuman/imamam) lillahi ta'ala." lalu takbiratur ihram : Allahu Akbar.

Artinya : "Aku sengaja shalat fardu Jum'at dua rakaat menghadap kiblat (makmum/imam) karena Allah"

7. Shalat Janazah (Fardu Kifayah).

Syarat-syaratnya :

a. Jenazah sudah dimandikan dan dikafani

b. Letak jenazah sebelah kiblat didepan yang menshalati.

c. Suci dari hadas dan najis baik badan, pakaian dan tempat.

Rukun dan cara mengerjakannya.

Shalat jenazah tanpa ruku dan sujud juga tanpa iqamah.

a. Niat

Lafal niat untuk jenazah laki-laki sebagai berikut :

"Ushalli 'alaa haadzal mayyiti arba'a takbiraatin fardlal kifaayati (ma'mumam/imamam) lillahi ta'alaa."

Artinya : "aku niat shalat atas mayat ini empat takbir fardu kifayah (makmum/imam) karena Allah"

Lafal niat untuk jenazah perempuan sebagai berikut :

"Ushalli 'alaa haadzihil mayyiti arba'a takbiraatin fardlal kifaayati (ma'mumam/imamam) lillahi ta'alaa."

Artinya : "aku niat shalat atas mayat ini empat takbir fardu kifayah (makmum/imam) karena Allah"

b. Setelah niat, dilanjutkan takbiratul ihram : Allahu Akbar , setelah itu membaca surat Fatihah, kemudian disambung dengan takbiratul ihram kedua : Allahu Akbar.

c. Setelah takbir kedua membaca shalawat atas nabi Muhammad saw. Minimal:

"Allahumma Shalli 'alaa Muhammadin" artinya : "Yaa Allah berilah salawat atas nabi Muhammad"

d. Kemudian takbir ketiga disambung dengan do'a minimal sebagai berikut :

"Allahhummaghfir lahu warhamhu wa'aafihi wa'fu anhu"

Artinya : "Yaa Allah ampunilah dia, berilah rahmat, kesejahteraan dan ma'afkanlah dia"

Apabila jenazah yang dishalati itu perempuan, maka bacaan Lahuu diganti dengan Lahaa. Jika mayatnya banyak maka bacaan Lahuu diganti dengan Lahum.

e. Setelah itu takbir ke empat, disambung dengan do'a minimal :

"Allahumma la tahrimnaa ajrahu walaa taftinna da'dahu waghfirlanaa walahu."

Artinya : "Yaa Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepadanya atau janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya, dan janganlah Engkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, serta ampunilah kami dan dia."

e. Salam

8. Shalat Ghaib (Fardu Kifayah).

Yaitu shalat jenazah tetapi tidak dihadapan jenazah (jenazahnya berada ditempat lain atau sudah dimakamkan). Niatnya :

"Ushalli 'alaa mayyiti (Fulanin) al ghaaibi arba'a takbiraatin fardlal kifaayati lillahi ta'alaa"

Artinya : "aku niat shalat gaib atas mayat (fulanin) empat takbir fardu kifayah (makmum/imam) karena Allah""

Fulanin diganti dengan nama mayat yang dishalati.

Syarat, rukun dan tatacara shalat ghaib sama dengan shalat jenazah.

Shalat Ghaib
12/03/2007

”Ghaib” artinya tidak ada. Shalat Ghaib adalah shalat jenazah yang dilakukan seseorang ketika jasad si mayit sudah dimakamkan, atau shalat yang dilakukan dari jarak yang jauh dari si mayit.

Shalat Ghaib ini termasuk shalat yang unik. Pada Muktamar ke-11 NU di Banjarmasin tahun 1936, telah diambil keputusan lewat pendapat Imam Ibnu Hajar yang menyatakan: "Tak perlu Shalat Ghaib bagi seorang yang meniggal di dalam satu negeri." Sementara fakta yang berlaku di masyarakat NU, biasanya pada hari Jum'at sebelum khotbah ada pengumuman untuk mengerjakannya secara bersama-sama; seorang imam berdiri dan diikuti jama'ah untuk mengerjakan Shalat Ghaib.

Dua kubu yang kami sebutkan tadi tampil dengan argumen masing-masing. Bagi kubu yang tidak perlu Shalat Ghaib (Keputusan Muktamar ke 11) dalilnya adalah:

”Bahwa tak sah shalat jenasah atas mayit yang ghaib yang tidak berada di tempal seorang yang hendak menyalatinyaa, sementara ia berada di negeri (daerah) di mana mayit itu berada walaupun negeri tersebut luas karena dimungkinkan untuk bisa mendatanginya. Para ulama menyamakannya dengan qadha atas seorang yang berada di suatu negeri sementara ia bisa menghadirinya. Yang menjadi pedoman adalah ada tidaknya kesulitan untuk mendatangi tempat si mayit. Jika sekiranya sulit untuk mendatanginya walaupun berada di negerinya, misalnya karena sudah tua atau sebab lain maka shalat hgaibnya sah. Sedangkan jika tidak ada kesulitan maka shalatnya tidak sah walau berada di luar batas negeri yang bersangkutan.” (dalam kitab I’anatut Thalibin)

Dalil kedua: Keterangan yang ada di dalam kitab Tuhfah dapat dijadikan pedoman bahwa seseorang tidak boleh melakukan shalat ghaib atas mayit yang meninggal dalam satu negeri, sedang ia tidak hadir karena sakit atau ditahan.

Sedangkan dari kubu yang membolehkan dilakukan shalat ghaib dalilnya adalah, pertama, shalat ghaib boleh diselenggarakan karena lain negara. Rasulullah pernah menyalati seorang muslim Najasyi yang meninggal sewaktu berada di Madinah (HR Bukhari dan Muslim).

Jika seorang menyalati jenasah di hari meninggalnya setelah dimandikan, hukumnya adalah sah, sebagaimana pendapat Imam Ar-Rayani. Juga menyalati jenasah yang telah dimakamkan, hukumnya juga sah karena Rasulullah pernah menyalati jenasah yang sudah dikubur (HR Bukhari dan Muslim dan Imam Darul-Quthni). (Lihat dalam kitab Kifayatul Ahyar I hlm 103-104)

Dalil kedua: Jelas tertera dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim: Ada seorang Najasi meninggal Rasulullah segera memberi tahu para sahabatnya, sabdanya: ”Saudara kita di negeri Habasyah telah meninggal shalatlah kalian untuknya.” Mereka pun keluar menuju lapangan, membuat barisan, dan mengerjakan shalat untuknya. (Tafsir Ibnu Katsir I hlm. 443)

Dalil ketiga: ”Boleh menyalati beberapa jenasah dengan sekali shalat dan niat untuk semua secara global.” Disebutkan juga boleh dengan niat ''ijmal'' artinya seperti dalam kalimat saya niat shalat untuk para jenazah muslim... atau, berniat shalat seperti sang imam menyalati saja. (dalam kitab Fathul Mu’in, juga Ianatut Thalibin II, 132-135).

Dalil keempat: ”Batasan ''ghaib'' adalah bila seseorang berada di sebuah tempat di mana panggilan adzan sudah tak terdengar. Di dalam kitab Tuhfah disebutkan: Jika sudah di luar jangkauan pertolongan.” (Bughyatul Musytarsyidin, hlm 95)

Dalil Kelima, Keputusan bahtsul masail Syuriah NU se-Jateng 1984. Ketentuan jarak untuk Shalat Ghaib ada tiga versi: (1) Jarak 44 meter, (2) Jarak 1666 meter (1 mil), (3) Jarak 2000 - 3000 meter.

2 komentar:

bidadari_Azzam mengatakan...

saya numpang baca artikelnya, :)

dewi ratna sari mengatakan...

assalamualikum,,,
Makasih ya kk udah buat artikel...
and mav dikopi,,,soalnya,,
ada tugas makalah,,,
syukron,,,,